Jumat, 06 Mei 2022

Makin Mahir di Fotografi, Ternyata Mencetak Foto Salah Satu Rahasianya

 


blogerkophoto - Tak jarang yang beranggapan bahwa siklus fotografi berhenti saat selesai memotret saja, faktanya mencetak foto merupakan salah satu siklus penting yang sering diabaikan.

Pendiri Fenestra Imaging (Ilford Certified Print Partner), William Sutanto, yang juga seorang professional photographer mengatakan mencetak foto dapat mengubah cara memotret seorang fotografer.


Menurut William, melalui Fine Art Imaging, para fotografer tidak hanya menikmati, menyimpan atau menjual hasil fotonya secara fisik, tetapi mereka juga dapat menemukan insight baru untuk meningkatkan cara mereka memotret.

Selama proses mencetak, Fenestra Imaging telah mengikuti standar ISO dan memastikan semua hasil cetak sesuai dengan apa yang ada di monitor. Tidak hanya sampai di situ, Fenestra Imaging juga menggunakan standar museum dengan material dari ILFORD, mulai dari melakukan mix and match dengan paper acid free (museum grade), frame yang berkualitas tinggi, hingga cara penempelan matboard sehingga hasil foto akan bertahan untuk waktu yang lama.


Standar museum grade yang diberikan Fenestra Imaging mampu bertahan minimal 50 tahun lamanya. Tidak hanya fotografer, Fenestra Imaging juga melayani beberapa seniman, hotel dan art gallery di Indonesia hingga mancanegara.

Perang Rusia Ukraina Bikin Produksi Kamera Sulit

 


blogerkaphoto - Kelangkaan chip shortage yang saat ini telah mempengaruhi produksi alat-alat elektronik termasuk kamera dan lensa diakabarkan akan terus menerus berlanjut lebih lama lagi karena perang Rusia-Ukrainan yang saat ini masih terus berlangsung.

Sebenarnya kelangkaan chip ini sudah lama terasa semenjak meledaknya kasus COVID-19 di dunia di mana rantai pasokan antar negara terhambat karena kebijakan dari pembatasan sosial dan karantina wilayah (lockdown). Semua pabrikan kamera pun cepat atau lambat harus segera memprioritaskan model apa yang akan tetap diproduksi dan model mana yang perlu dihentikan untuk sementara waktu.

Di bulan November 2021 yang lalu, pabrikan kamera ternama Sony dengan berat hati harus memutuskan untuk menghentikan sementara beberapa produksi beberapa type kamera tertentu.

Kamera yang relatif baru seperti Sony Z-VE-10 yang dirilis bulan September 2021 yang lalu juga masih sulit ditemukan.

Kelangkaan ini diperparah dengan perang Rusia-Ukraina yang terus berlangsung. Tidak dinyana, Ukraina merupakan salah satu pengekspor gas neon yang berperan penting dalam pembuatan chip.

Produksi gas neon murni diproduksi oleh beberapa perusahaan di Ukraina yang berbasis di kota pelabuhan Mariupol dan Odesa, yang sampai saat ini masih dalam kondisi perang. Efek dari perang ini diperkirakan akan mulai terasa dalam beberapa bulan ke depan.

Dampak chip shortage untuk pabrikan kamera dan fotografer

Kelangkaan chip ini akan melanda semua pabrikan elektronik, termasuk fotografer maka dari itu kamera baru kemungkinan akan ditunda atau dijual dalam jumlah yang terbatas dan pengurangan model-model yang dianggap sudah lawas, tidak begitu laris dan kamera entry-level.

Pabrikan kamera akan memprioritaskan produksi kamera dan lensa high-end yang memiliki margin profit yang lebih tinggi daripada mengejar volume/jumlah unit dan pangsa pasar. Pembaharuan kamera juga akan lebih lambat, misalnya dari siklus dua atau empat tahun, menjadi lebih panjang.

Fotografer yang membutuhkan kamera dan lensa baru untuk hobi maupun pekerjaan sebaiknya memesan gear yang dibutuhkan jauh-jauh hari sebelum membutuhkan. Chip shortage yang berkepanjangan juga berarti harga kamera dan lensa baru yang lebih tinggi.

Dengan kelangkaan dan harga kamera baru yang semakin menanjak, pasar kamera dan lensa bekas sepertinya akan semakin bergairah akhir tahun ini sampai beberapa tahun ke depan.

Kisah Alumni SMK yang Punya Omzet Ratusan Juta

 



blogerkaphoto - Siapa yang bilang siswa SMK hanya jadi pekerja? Wahib Kazib, alumni SMKN 2 Yogyakarta, menjadi salah satu bukti kesuksesan dalam berbisnis. Bahkan omzet bisnisnya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Wahib menjalani bisnis ini dengan mendirikan bisnis photostory atau personal photobook dan album di Yogyakarta. Dengan hasil keuntungan yang cukup besar, kemudian Wahib membuka lapangan kerja bagi 60 orang.

Jiwa Problem Solver yang Sudah Terlatih Sejak SMK

Ia bercerita, bahwa selama menempuh pendidikan SMK, Wahib diajari untuk menjadi problem solver. Siswa SMK diminta untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam dunia kerja.

"Di SMK itu kan kita lebih banyak praktiknya, lebih banyak ketemu masalah. Jadi, kita dituntut harus bisa mencari solusi, menyelesaikan masalah yang kita temukan di setiap praktik. Jadi, harus cepat beradaptasi," ujar Wahib dalam laman resmi Vokasi Kemdikbud.

Dengan menggunakan sistem online, membuat pelanggan jasa photostory Wahib tersebar di seluruh dunia. Wahib bertutur, pelanggannya berasal dari berbagai belahan dunia, seperti Malaysia dan Thailand.

Pernah Mendirikan Tempat Kursus Komputer

Dalam hal bisnis, ternyata sedari dulu Wahib sudah memiliki jiwa berwirausaha. Saat masih dudik di bangku SMK, alumni jurusan teknik komputer jaringan (TKJ) ini juga pernah mendirikan tempat kursus komputer bersama rekannya. Meski masih coba-coba, nyatanya ada saja murid yang les di tempat Wahib tersebut.

"Karena baru coba-coba, jadi asal jalan saja dulu usahanya," katanya.

Semangat bisnisnya tidak berhenti sampai di situ. Meski berasal dari jurusan TKJ Wahib mengaku lebih memilih menekuni bidang bisnis dan wirausaha. Keseriusannya menekuni bisnis bermula sejak ia bergabung dengan Inspira.